Rama
terlalu lama hanya untuk sekedar mengambil uang di ATM. Apa dia terkena sindrom
emak-emak yang super duper lama saat berada di dalam ATM? Oh ayolah, aku sudah
tahu dari jaman orok, Rama bukanlah tipe lelaki yang amat sangat tajir,
untukku. Sungguh padahal ia tahu, aku Raya wanita paling sabar dan kuat
menghadapinya dari kecil hingga sekarang dia mampu duduk di jabatan tertinggi
di perusahaan keluarganya. Tapi untuk pacar-pacar yang entah berapa ratus itu,
segala macam barang dibeli.
“Lo
ngapain sih nyet lama banget? Ngepet lo didalem jaga lilin?”
“Ayah
telpon Bol, makanya lama. Kalo gue keluar malah bising, mending di dalem aja”
“Ya
tapi guenya kek orang bego nungguin elo”
“Utututu,
marah nih sama gue Bol?”
Sejak
masuk SMA pertumbuhanku benar-benar berhenti. Padahal ibu rajin sekali
membelikanku dari mulai susu hingga obat peninggi badan. Namun, entah kenapa
pertumbuhanku berbanding lurus dengan kemalasanku untuk berolahraga. Sebenarnya
aku tidak terlalu pendek, namun jika aku disandingkan dengan Rama, entah kenapa
aku sangat terlihat seperti kurcaci.
Padahal
dulu Rama yang seperti tuyul. Kecil, pendek, dan sangat cengeng. Tapi sekarang,
entah kapan, kini dia adalah representasi dari pangeran di negeri dongeng. Kalau
anak KPOP bilang sih mungkin seperti OPPA. Namun ya Tuhan, aku sangat berani
bertaruh, Rama Tidak se Pangeran itu! Satu funfact untuk kalian semua para
penggemar Rama, Rama sungguh sangat takut dengan tikus.
Oke,
kalau jijik sih semua orang sepertinya iya. Tapi dia berbeda. DIA BENAR_BENAR
TAKUT DENGAN TIKUS. Bahkan pernah suatu hari dia sampai teriak dan berlarian
keluar rumah hampir ditabrak mobil. Saking takutnya dia.
“Masih
sore ini Bol, ya allah lo kan bukan cewek baik-baik..”
“…
ADUH!! Sakit bego”
“Ya lo
kalo ngomong sembarangan. Siapa bilang gue cewek ga baik-baik?”
“Ya
elah, maksudnya ini baru jam 9. Jam pulang lo kan pagi, bukannya kudu lapor
dulu
sama Mami?”
“Mami
siapa?”
“Ilih
sok sokan lupa lo. Mucikari lah”
“ADUH!
Sumpah Rey lo mau kita mati sekarang?!”
“Ya elo
ngawur banget ngomongnya sebel gue”
“Becanda
Bol.”
“Canda
mulu, seriusin gue kapan?”
OPPS!
“Beneran
mau gue seriusin? Ya kalo gue sih tinggal nunggu persetujuan lo aja.”
Untuk
entah sekian kapan lamanya aku bersahabat dengan Rama, hal yang masih aku beum
bisa pahami dari dia adalah, hal ini.
Oke,
aku wanita. Please, meskipun aku tak ada feminism-feminimnya namun aku
sejatinya masih wanita. Yang benar-benar menggunakan hatinya lebih banyak dari
pada logikanya. Jadi untuk urusan hati, aku juga bisa leleh.
Bertahun-tahun
dengan Rama memang membuat aku benar-benar tergantung padanya. Rasa sayang
dengan Rama memang sudah bukan rasa sayang abal-abal. Namun untuk jatuh cinta
dengan Rama, aku tidak tahu. Karena memang aku belum tahu definisi dan rasa
cinta seperti apa. Yang aku tahu, aku ingin selalu bersama Rama.
Kalau
jatuh cinta bisa diukur ketika aku sangat tidak suka Rama dengan
mantan-mantannya yang berbodi gitar spanyol dan bermuka glowing, iya aku sudah
jatuh padanya.
Kalau jatuh
cinta bisa diukur ketika aku sangat senang hanya dengan sapaan singkat Rama di
pagi hari, iya aku sudah jatuh padanya.
Kalau
jatuh cinta bisa diukur ketika seluruh tulangku terasa lemas dan rontok saat
Rama melakukan hal kecil seperti mengacakacak rambutku, iya aku sudah jatuh
padanya.
Namun,
aku sadar. Rama selamanya tidak akan pernah menganggapku lebih dari sekedar
teman. Iya, aku tahu dari sebagin teman lelakiku, bahwa kadang lelaki hanya
ingin memiliki hubungan yang bukan seperti pacaran. Mereka hanya ingin
berteman, yah membagi kisahnya dengan perempuan. Atau mungkin lelaki hanya
ingin wanita tidak terlalu baper dengan apapun yang dilakukannya.
Dan
mungkin, Rama menemukannya padaku. Aku adalah pembohong terbaik, seharusnya aku
dapat penghargaan. Karena bertahun-tahun sanggup untuk bersikap normal, biasa
saja, atau bahkan menjaili Rama balik saat dia mencoba menggodaku. Padahal
dalam hati, aku benar-benar sangat bahagia, dan melibatkan hatiku di dalamanya.
Aku
bisa merasakan dari tatap matanya, dan tindakannya. Dia tidak ingin merubah
apapun dalam pertemanan kita. Dia benar-benar tidak ingin hubunganku dengannya
berujung dengan hal yang mengerikan. Aku tahu, dia sayang padaku. Aku tahu dia
sebenarnya tidak ingin melukaiku, dia benar-benar tidak ingin merusak apa yang
sudah kami bangun dari kecil.
Dilain
hal aku benar-benar bahagia. Aku bukan salah satu bagian dari perempuan yang
menjadi mainannya. Namun, bagaimanapun aku juga wanita. Sebentar lagi aku 27
tahun. Yah, kalian tahulah bagaimana menjadi wanita lajang yang cukup berumur
di negeri kita ini. Dan bahkan diumur sekarang, aku masih benar-benar
menginginkannya.
Namun
aku tahu. Itu tidak mungkin.
Aku
pernah berkali-kali mencoba menjalin hubungan dengan lelaki. Namun hatiku
benar-benar menolaknya. Ya Tuhan, kalau Rama memang berjodoh denganku kenapa
sesulit ini? Namun jika tidak kenapa aku masih menginginkannya?
Seperti
saat ini, perkataannya barusan, aku tahu dia hanya membual. Dia tidak
melakukannya untuk yang pertama kali, namun berkali-kali pula aku harus
meringis dan sakit saat dia bisa-bisanya tertawa saat aku benar-benar terluka.
“Makasih”
kataku saat sampai di depan gerbang rumah.
“Bol. Lo
beneran marah?”
Kondisiku
saat ini benar-benar buruk. Aku telah lelah menunggu Rama, ditambah lagi Rama
membual hal yang membuatku marah, keadaan diperburuk karena aku saat ini sedang
haid. Sungguh moodku benar-benar jelek saat ini.
“Bol?”
katanya yang saat ini kedua tangannya berpindah memegang sisi helmku.
Entah
seburuk apa moodku hingga air mataku bisa-bisanya jatuh. Hatiku benar0benar
sakit saat Rama bercanda. Padahal sungguh, dia tidak melakukannya sekali.
“Lo
marah nungguin gue lama?”
Bukan
bego! Gue marah kenapa lo ngelakuin ini ke gue? kenapa sih kita gak bisa lebih
dari teman? Lo anggep gue apasih?
Gila. Bisa-bisanya
aku terisak. Aku benar-benar tidak bisa
menjelaskanny pada Rama. Mungkin besok aku akan menghindarinya. Iya.
Jujur,
aku tidak bisa jauh dari Rama. Apalagi marah dengan Rama. Marah mungkin hanya
sekedar kesal, namun aku tak akan bisa betah jauh darinya. Tapi bagaimana? Bagaimana
aku bisa meneruskan hidupku? Aku juga ingin memiliki suami yang menyayangiku,
dan anak yang lucu-lucu. Aku juga memimpikan keluarga kecil yang bahagia.
“Bol,
maafin gue ok? Gue bener-bener gak kerasa lama saat telponan sama Ayah.”
Dia
lantas memelukku. Hal ini juga bukan hal pertama yang kami lakukan. Tapi entah
kenapa moodku benar-benar jelek saat ini.
Aku menangis
semakin kencang.
Hatiku benar-benar
seperti tercabik-cabik rasanya. Ya
Tuhan.
“SShhh”
katanya menenangkan sambil menepuk pelan punggungku.
“Bol. Udah
dong jangan nangis lagi. lo lagi haid ya? Sumpah gue gak sengaja tadi biarin lo
sendirian.”
Bukan itu
bego!
Setelah
5 menit di luar dan mungkin 3 menit aku berada di pelukan Rama, aku berhasil
menghentikan tangisanku. Dan aku memutuskan untuk masuk kedalam rumah. Rama
masih menungguku hingga masuk ke dalam. Aku cukup kaget setelah masuk gerbang,
abangku rupanya sudah berdiri disana. Entah sejak kapan. Yah, abangku
satu-satunya orang yang tahu bahwa aku menyukai Rama lebih dari sahabat.
“Kok
bego lo gak pernah surut sih dek? Sumpah y ague bener-bener ga betah sama Rama
yang gak bisa sadar sama perasaannya.”
“SStttt.
Abang kenceng banget sih. nanti kalo Rama denger gimana?”
“Bodo
amat. Sumpah dek gue bener-bener gatel banget. Gue yang ngomong atau lo yang
ngomong?”
“Jangan
aneh-aneh deh bang.”
“Ya lo
cewek dek, udah mau 27 masih aja suka sama si brengsek satu itu. “
“Abang
udah 30 lebih juga belom nikah.”
“Ya
abang kan cowok.”
“Udah
ah, kenapa jadi bahas gender sih. aku mau masuk.”
“Dek,
sebelumnya maafin gue ya. Gue bener-bener mau yang terbaik buat lo. Gue minta ijin lo untuk ngelakuin apapun buat Rama.”
“Abang
jangan!”
Aku
berani berteriak, karena Rama sudah pergi beberapa detik yang lalu, terdengar
dari deru motornya.
“Ya
gimana lagi. siapa coba yang tahan liat lo murung terus gini? Please ya? Atau lo
yang bilang?”
“Gak
ah. Rama gak mau ngerusak hubungan kita.”
“Dek,
lo udah gede. Bukan remaja labil. Umur lo juga udah mateng. Lo harus bisa bikin pilihan, bilang ke Rama kalau lo gabisa terus di giniin. Ungkapin perasaan lo
sama Rama. Kalau Rama menanggapinya positif ya bagus, tapi kalo Rama-“
“-Rama
gak mau lebih dari sekedar temen bang.”
“Lo
tahu dari mana? dia bilang?”
Aku hanya
diam.
“Bilang
aja dek. Gue gak nyuruh lo nembang sib ego. Bilang doang kalo lo suka sama dia.
Dan lo gabisa di buat mainan terus.”
“Raya
gak pernah dimainin sama Rama.”
“SI
bego! Ya kalo ga dibuat mainan kenapa lo diajakin keluar terus dielus-elus
palanya, di antar jemput? Tapi dia masih punya cewek? Mikir dong! Duh gue tahu
lo pinter, tapi buat urusan cinta lo bener-bener bego sumpah!”
“Ih
banag jahat banget bilang gue bego berkali-kali.”
“Ya elu
emang bego! Besok. Gue tunggu reaksi lo gimana. Kalo enggak, gue bener-bener
minta ijin untuk melakukan hal apapun sama Rama.”
Hebat.
3 hari ini aku bahkan tak menemui Rama. Bagaimana bisa aku bilang ke Rama kalau
aku menyukainya. Abangku benar-benar tolol!
Berkali-kali
juga Rama meneleponku. Mungkin dia masih berpikiran aku marah gara-gara insiden
ATM. Kenapa semua orang jadi bego sih?
Hari
Minggu ini, Ibu, Bapak, dan abangku sedang keluar kota kerumah Tanteku. Sudah kubilang aku cukup
handal dalam berbohongkan? Aku beralasan punya kerjaan yang amat banyak, dan
abangku sepertinya mengerti aku bahwa aku sedang tidak ingin memasang muka
baik-baik saja didepan seluruh keluargaku.
“TOK
TOK TOK”
Siapa
lagi ini? Tidak bisakah aku menonton film dengan tenang?
Aku
hampir terjungkal saat membuka pintu. Satu-satunya orang yang selama 3 hari ini
berhasil membuat aku seperti boneka puppet. Otakku, ragaku, semua seolah dimiliki
olehnya. Aku tak bisa melakukan hal dengan tenang hanya karenanya. Ya Tuhan,
kenapa disaat aku benar-benar sudah tenang dia kembali?
Tanpa
aba-aba dia memelukku. Rama tolong, hati gue bego!
“Ram,
lepas.” Kataku bergetar hampir menitihkan air mata. Ya siapa coba yang nggak
baper dan ingin nangis?
“Kenapa
gak pernah bilang?”
“Maksud
lo?”
“Ray,
sorry kalo gue brengsek dan bego. Tapi dari dulu sampai sekarang gue bener-bener
gak suka liat lo sakit dan nangis. Kalo selama ini lo sakit dan nangis
gara-gara gue, gue harus nonjok diri gue
berkali-kali Ray.”
Oke. Jadi
apa maksudnya ini?
Apa
jangan-jangan abangku sudah-
Tidak. Abangku
benar-benar tidak setolol itu kan?
Oke.
Tenang Reya, ini hanya pelukan Rama. Ini bukan pertama kalinya kamu dipeluk
erat oleh Rama. Saat Rama perhasil menang atas vendor perusahaannya dia bahkan
memekik girang dan memelukmu sampai kamu bahkan ingin mati kehabisan napas.
Oke,
jangan menangis sekarang, tolong Reya tololnya jangan diliatin ke Rama please.
“Maksud
lo?”
Sial! Aku
berucap saja bergetar, mungkin sebentar lagi, tinggal menunggu hitungan detik
air matakku bakal turun, banjir deh kayaknya.
Rama
lalu menguraikan pelukannya dan menatapku lekat.
“Jangn
gini Ram..”
Kataku
lemah dan menunduk. Iyalah siapa juga yang tahan sama tatapannya Rama.
“Rey
tatap aku.” Katanya tegas. Oke, aku tahu bahwa sekarang Rama sedang benar-benar
tidak bercanda.
Dia
kemudian mengusap air mataku yang jatuh entah kapan, yang bahkan aku tidak
sadar.
Aduh
deh Rama bener-bener sialan. Dia gak tahu jantungku udah bener-bener meledak
apa?
Aku
cukup kaget saat sebentar menatap muka Rama. Ternyata ada lebab di sudut
bibirnya. Rama bukan orang yang suka berkelahi, yah kecuali dengan ceweknya
kalau dia ketahuan selingkuh. Tapi apa iya pukulan wanita bisa bikin mukanya
lebam separah ini?
“Pacar
lo anak bela diri?” Tanyaku polos.
“What?”
tanyanya balik.
“Bibir
lo lebam. Lo ketahuan nyelingkuhin atlet bela diri?”
Tahu
reaksi dia bagaimana?
Tertawa
saudara-saudara.
“Rey,
kayaknya emang aku gak akan bisa romantis kalau di depan kamu.”
What? Kamu?
Sejak kapan dia merubah kata-katanya. Biasanya juga Cebol.
“Reya, dari
dulu sampai kapanpun kamu adalah orang yang punya posisi terbaik di hatiku.
Tanpa status apapun kamu adalah satu-satunya wanita yang benar-benar udah ngisi
sebagian hati aku. Aku aja yang bego Rey baru nyadarinya sekarang. Kenapa kamu
gak bilang kalau kamu suka bukan hanya sekedar sahabat ke aku?”
KAN!
ABANGKU MEMANG TERLAKNAT!
“Jangan
marahi abang kamu. Ini bukti abang kamu benar-benar sayang sama kamu.” Katanya
sambil menunjuk lebam di mukanya.
“Ini
abang yang bikin?”
“Iya.”
“Kok
abang jahat sih?”
“Rey,
bukan abang yang jahat. Tapi aku. Aku yang selama ini bikin kamu nangis kan?
Jujur Rey, tanpa status apapun kamu udah permanen di hati aku. Aku Cuma gak mau
kamu dapetin orang brengsek macam aku, tapi aku malah ngekang kamu dan bikin
kamu sakit. Maafin aku Rey, oke?”
Bah! Air
mataku jatuh sudahh.
Drama,
drama kau sekarang Rey. Tak lama kemudian Rama memelukku lagi. Aduhai, emak
asik benar ya peluk-peluk cewek?
“Jahat
lo! Sumpah gue sebel sama lo!” Kataku sambil memukul-mukul dada Rama.
Kok aku
dangdut banget sih?
“Iya
iya, aku jahat. Udah diem dong, lagian kamu gak bilang kalau suka aku”
“Ya
malu lah bego! Masa iya gue yang bilang. Mana cewek lo tipe-tipe gitar spanyol
semua. Gue? kecil, mungil, gak bebentuk macam cimol.”
“Siapa
yang bilang?”
“Ya
emang gue bisa sebrani itu? Lo kan tahu gengsi gue setinggi apa. Nanti kalo lo
tolak, gue gak ada temen buat makan kuaci sambil ngupil. Atau kebiasaan buruk
gue. kan yang tahu Cuma lo doang.”
“Emang
gak boleh ada yang nemenin lo makan kuasi sambil ngupil kecuali gue atau abang
lo.”
“Hmm?”
Aduh,
otak pentiumku benar-benar harus di service.
“Abang
lo bilang, kalau gue Cuma bisa nganggep lo temen. Tau dari mana?”
“Ya..
itu..”
“Dari
mana? Ipul si tukang gossip kantormu?”
“Ya
nggak lah, Ipul mah isi mulutnya air comberan doang. Mana bisa dipercaya.”
“Trus?”
“Ih, ya
pokoknya tahu. Banyak nanya kayak Dora.”
“Denger
ya Rey, denger baik-baik. Awalnya aku memang menganggap begitu. Aku benr-bener
gak bisa jauh dari kamu. Kamu udah permanen di hidupku, dan ketika kamu gak
ada, aku bener-bener gak bisa bayangin gimana hidup aku selanjutnya. Namun,
setelah aku pikir lagi, aku lebih gak bisa hidup kalau kamu dimiliki oleh orang
lain selain aku. Aku bener-bener gak akan bisa liat kamu tersenyum ke cowok
lain. Enggak, kecuali abang dan Bapak kamu.”
“Aku
bahkan udah mikirin ini jauh sebelum abang kamu nonjok kamu. Dan kamu masih
ingat pernyataan aku kalau aku bakal seriusin kamu pas kita pulang dari ATM
kemarin?”
Aku Cuma
mengangguk sambil berpikir sejenak.
Ehm,
oke, aku ingat.
“Aku
gak main-main Rey. Aku benar-benar nunggu persetujuan kamu.”
“Kapan?
Lo aja gak pernah nawarin ke gue.”
“Eh iya
sih.”
DUK
“Aduh..”
“Tuh lo
kan yang tolol..”
“Iya
iya, kamu kejam banget ke aku.”
“Ih
Ram, gak usah dangdut deh panggil aku-kamu an. Geli sumpah!”
“Gak,
kita harus biasain. Karena bentar lagi kita bakal nikah”
Wait.
WHAT?
NIKAH?
“Apa?!”
“Stttt.
Biasa aja kali sayang.”
Sumpah
aku benar-benar ingin menyumpal mulut Rama dengan tusuk konde nenekku. Tadi
aku-kamu, sekarang sayang. Sumpah geli banget.
“Aku
udah bilang ke Bapak Ibu kamu kok. Dan abangmu, oke dia keliatannya agak gak percaya sama aku. Tapi, gapapa bukan abang kamu juga yang mau aku nikahi. Rey,
kamu tahu aku kayak gimana. Kebiasaan aku, jeleknya aku, dari bangun tidur
sampai tidur lagi, aku sukanya apa, gak sukanya apa. Intinya kamu mengetahui
aku lebih dari aku. Aku, Rama, benar-benar ingin memilikimu seutuhnya, aku
ingin menjaga kamu lebih dari hanya sekedar menemanimu makan kuaci sambil
ngupil. Reya, mau kan nikah sama aku? Kamu percaya kan sama aku?”
“Bisa
gak sih gausah ada upil sama kuacinya?”
“Udahlah
Rey ribet amat.”
“Ih
gamau!”
“Jadi,
kita nikah atau aku pergi?”
Sialan.
Entah dari dulu aku memang sangat susah untuk menang melawan Rama.
“Nik..
nikah..”
“Apa? Aku
gak denger.”
“Nikah.”
Dia
tersenyum lalu memelukku, lalu menggoyang-goyangkan pelukan kami kekanan dan kekiri.
Aishh,
senangnya.
“Katany
minta nikah sama gue. kok gak bilang cinta?”
“Harus,
bukanya semua udah jelas?”
“Ya gak
lah. Ih namanya cinta juga diucapin. Gimana gue bisa percaya?”
“Hmm,
Reya I love you, aku Rama benar-benar mencintai kamu sampai aku sendiri gak menyadarinya. Kalau mencintaimu bisa dikuru lewat aku tak ingin kehilanganmu,
aku selalu ingin bersama kamu, iya aku benar-benar jatuh cinta sama kamu. Oke?”
Akupun
tersenyum bahagia.
SELESAI.
“Rey,
udah jam 11 lo. Pulang kantor sana. Lo tuh, divisiniya apa tapi mainnya nulis
mulu.”
“Iye
bentar napa sih Din. Gue lagi bikin cerita happy ending nih, duh baper banget
gue sama tulisan gue sendiri.”
“Nyadar
woy! Lo tuh dimana. Di Bumi, mana ada kisah macam dongeng gitu?”
“Napa
sih sensi mulu.”
“Ya ini
kantor udah tutp dari jam 8. Gue nungguin lo yang ngayal mulu dari tadi!”
“Iya ya
gue pulang. Ribet amat jadi cowok, gentle dikit dong, nunggu cewek aja crewet
banget lu.”
“Lo
pulang atau gue kurung disini.”
“Ih
bahasanya kurung-kurungan. Please bang, adek masih kelas 2.”
“REY!”
“Nggih
ndoro”
BENAR-BENAR
SELESAI.
Komentar
Posting Komentar